NGENEST: Mengetawakan Hidup Ala Ernest (Ernest Prakarsa)

untuk review
Bapak gua pernah bilang, “Jak, kalo hape kamu rusak, masukin aja kedalam beras, ntar bisa bener sendiri”. Awalnya sih masih terdengar layaknya sebuah lelucon. Maklum, balada hape sering rusak bikin sesuatu yang serius jadi candaan nih. Usut di usut ternyata suhu yang ada didalam tumpukan beras lumayan hangat untuk mengembalikan suhu hape yang rusak.  Apes banget.
Oh iya, ngomongin tentang apes, pernah baca bukunya Ernest Prakarsa yang judulnya Ngenest; ngetawain hidup ala Ernest? Yuk simak review-nya!
1865972747_20131010
Judul buku : Ngenest
Penulis : Ernest PrakarsaISBN : 978-602-175-597-6
Penerbit : Rak Buku
Terbit: Oktober 2013, cetakan pertama
Harga : Rp45.000,-

Dibanding bokap, keluarga nyokap gue tuh lebih original Cinanya. Gaya ngomongnya masih totok banget.
Bagi mereka, gak ada istilah “kami” atau “kalian”. Adanya adalah “gua orang” dan “lu orang”.
Kesannya insecure banget ya? Gue juga tau kalo kita ini orang, bukan ubur-ubur.
(Diambil dari bab “Woy, Cina!”)
Di banyak mall di Jakarta, ada petugas lift. Padahal siapa sih yang gak mampu mengoperasikan lift? Kalo mau ke lantai 3, kan tinggal cari tombol angka “3″. Simpel. Kecuali tulisan tombolnya bukan “3″, tapi lebih rumit. Misalnya “1/2 x akar 36″.
Lagian gue belum pernah baca ada headline koran semacam ini:
“GAGAL MENEMUKAN LANTAI TIGA, SEORANG REMAJA TERJEBAK SELAMA DUA HARI DI DALAM LIFT MALL TAMAN ANGGREK”
(Diambil dari bab “Jakarta Dikepung!”)

Awal pertemuan buku ini pertama kali tepat pada acara UKM sama kampus gua, kita ngundang Ernest prakarsa sekaligus penulis buku ngenest ini sebagai guest star-nya. Simple sih, karena bekal penasaran sama isinya dan jelas karena bergenre Personal Litelature (lagi) yang ringan dibaca sebagai bentuk pencegahan epilepsi mendadak. Maklum
Mas Ernest sendiri, eh, maksudnya koh Ernest sendiri sebelumnya, katanya, pernah nerbitin buku juga, cuma jujur gua nggak tau namanya. Gua cuma ngikutin stand up dia aja dan sampai sekarang masih setia kok. Hiburan alternatif inspirasi Indonesia dizaman yang terlalu banyak pembodohan massa dalam bentuk sinema berkala. Belum pernah liat stand up nya? Buka Youtube gih!

Juara Tiga Stand Up Comedy Indonesia season 1 sekaligus penulis buku ini juga dalam bukunya menyajikan angin segar baru, pemaparan yang mempersembahkan lawakan ala berdiri di atas panggung tapi disajikan dalam bentuk tulisan yang bisa bikin kita HAHAHAHA sendiri. Sumpeh! Ibarat kata sih, kita kayak baca materi kocaknya Ernest sebelum doi manggung.

Ngetawain hidup ala Ernest ini menghadirkan cerita pengalaman peribadi Ernest mulai dari  keresahaannya tentang pandangan khalayak terhadap etnis Tionghoa, Jakarta yang mulai dikepung Mall, Ahok jagoanku dan banyak lagi. Dengan gaya khasnya yang nyablak dan pengaruh illucinati-syndrome, Ernest berhasil membuka pandangan baru terhadap orang cina, dalam buku ini doi menjelaskan alangkah lebih baiknya kita memanggil ‘orang cina’ dengan kata ‘orang Tionghoa’.

Buku cetakan ketiga yang gua beli ini, dari segi teknis sudah cukup menghibur, mulai diselipin artwork-nya yang menarik, hingga adanya footnote dibawah halaman yang menjadi penjelasan tambahan nyeleneh si Akoh bermata lebar ini. Walaupun teradang ada yang nggak penting, sih. Ada satu hal fakta yang baru gua tahu, ternyata Bapak Ibu Ernest, kedua-duanya asli orang Bangka. Gua ulangin sekali lagi, orang Bangka. Hebat kan?
Oh iya, chapter yang paling kece menurut tentang ‘White Lie’. Tahu ‘White-Lie’ nggak? contohnya gini, pas mau sunat, nanya ke bapak “Pak, sunat itu sakit nggak sih?”, terus bapak bales dengan “Yaa nggaklah nak, cuma kayak digigit semut doang”. Gini, walaupun sudah dikasih kapel, cowok mana yang nggak merasa sakit saat benda paling berharganya dipotong sebagian. Huh! Sakitnya tuh disini. Nunjuk ke *sensor*
Nangkep nggak maksudnya? Jadi gini, White-Lie yang dijelasin Akoh bermata betulan lebar ini, kebohongan yang sering kita sebutin guna menjaga perasaan lawan bicara kita jikalau kita jujur mungkin akan berdampak menyakiti ata menggangu perasaannya. Sama kayak seorang Bapak saat anaknya nanya tentang rasanya sunat. Pernah nggak nih kalian ngelakuin ‘White-Lie’ ?

Sebelum nutup, nih quote favorit yang ada dibuku ini:
“Karena nggak selamanya dunia ini berisi hitam dan putih. Kadang-kadang kita juga harus rela memilih untuk menjadi abu-abu.”

FYI, ngenest 2 udah keluar lho ditoko buku terdekat, beli dah.
Terakhir, yuk kita apresiasi seniman sastra lokal kita dengan cara membeli bukunya. Bukan beli buku orang lain. Okeh?

Yuk mari dikomeng!
Previous
Next Post »
1 Komentar
avatar

Good story..
Lanjutkan bikin artikel yang bagus lagi bang jek.Kalau bisa tentang perjalanan cinta bang jak haha

Balas