“
kau bagaikan secercah cahaya didalam kegelapan, selamat pagi Nila :)
“
Nila,
hari-harinya kini, setiap pagi selalu diawali dengan membaca surat berisikan puisi cinta yang ditujukan untuk dirinya. Ia single,
jadi bukan dari pacarnya, melainkan dari seseorang yang ia sendiri tidak tahu
siapa. Penggemar rahasia. Ia senang dengan setiap puisi yang ditujukan kepada
dirinya, sebab ia merasa seolah-olah yang mengirimkan itu adalah Rian.
Rian
adalah seorang yang pendiam dan tidak terlalu peduli dengan keadaan sekitarnya,
bahkan dalam setiap perbincangan ia selalu mengatakan apa yang perlu saja.
Inilah yang menyebabkan Nila jatuh hati kepadanya, walaupun sampai sekarang
mereka masih belum kenal satu sama lain, tapi Nila percaya, suatu hari Rian
adalah pangerannya.
*
Usai
jam kuliah, diparkiran kampus, Nila melihat hal yang mengganjal diatas motor.
Sebuah mawar dan sepucuk surat. Pasti dari ‘pria misterius itu’ lagi, gumamnya
dalam hati. Perlahan ia membuka surat berisikan puisi itu, lalu tersenyum. Walaupun Aku tidak tahu siapa pengirimnya,
pasti cowoknya romantis banget, mungkin dia belum ada keberanian kali ya buat
bicara empat mata ke aku. Pikirnya
sedikit senang.
*
Esoknya,
dikantin kampus, ia melihat Rian duduk sendirian disalah satu kursi. Ah ada pangeran ku, apa aku aja dulu ya yang
duduk disebelahnya, terus basa-basi buat kenalan? Ah ga etis ah, masa cewe yang
ngajak kenalan, gusarnya didalam hati. Lalu ia memilih duduk dikursi yang
tidak jauh dari Rian.
Nila
bengong tersenyum memandangi Rian, apa
yang ia lakukan ?, pikirnya dalam hati. Diatas meja Rian terlihat banyak
kertas, dan raut wajahnya menggambarkan ia sedang serius dengan apa yang ia
lagi tulis. Surat.
Mungkinkah Rian sedang menulis
puisi, dan apa mungkin dia sedang menulis surat juga ? hmm, jangan-jangan dia
yang penggemar rahasia-ku, pikirnya dalam lamunan sambil
tersenyum melihat Rian.
Kalo iya, kenapa ia harus menulis
puisi-puisi itu ke aku, padahal ketemu langsung kan bisa. Hmm oh iya !, dia kan
orangnya pemalu dan pendiem lagi, dia ngga berani nyatain perasaanya langsung
ke aku, makanya ia kirim puisi itu, monolognya lagi didalam
hati.
Jika dia masih malu, mungkin aku
balas ya suratnya ke dia kalo aku sudah tau tentang dia,
lanjutnya dalam hati.
*
Malam
itu Nila mulai sibuk menulis surat balasan kepada penggemar rahasianya, Rian.
Dengan keseriusan, menulis kalimat dengan makna di setiap kata. Melipat surat
dan ditambah sedikit wewangian.
Seperti
biasa, paginya selalu dihiasi dengan surat berisikan puisi-puisi indah dari
penggemar rahasianya. Tapi pagi itu Nila membacanya lebih senang. Ya, tidak
lain hari ini dia akan mengirim balik surat dari penggemar rahasianya.
*
Singkat
cerita, di lorong kampus ia melihat Rian yang duduk memasang sepatunya.
Perlahan Nila memantapkan langkah mendekatinya. Ia berdiri dibelakang Rian,
menyiapkan keberanian memanggilya. Tiba-tiba orang yang ia lihat selesai
memasang sepatu, lalu berdiri membalikan badan. Keduanya serentak kaget.
“
Ha.. Lo.. “, sapa kaget Nila.
“
Ha.. Lo. “, dibalas sapa kaget Rian.
Jantung
mereka berdua tiba-tiba berdegup kencang. Nila mulai salting dan segera
mengambil surat yang ada dikantong jaketnya.
Aku harus kasih ini ke dia, aku
harus kasih ini ke dia !, semangatnya dalam hati. Lalu ia
menyodorkan surat itu kehadapan Rian.
Rian
kaget. Ia mulai salting dan kebingungan dengan sikap Nila. Ia memberi isyarat
ke Nila kalau surat itu ditujukan untuknya. Nila menganggukan kepala. Setelah
ia menggambil surat itu dengan tangan gemetaran, Nila memberi isyarat agar ia
segera membacanya.
Rian
menghela napas. Setelah menenangkan diri, ia perlahan membuka dan membaca surat
itu.
Dear Pangeran-ku
Halo, namaku Nila, nama kamu Rian
kan. Oiya, sebenarnya aku sudah tahu kok yan siapa yang sering mengirim puisi
ke aku itu. Mungkin kamu belum punya keberanian buat ngomong langsung dengan aku.
Tapi aku telah mencoba ungkapkan semuanya disini. aku suka banget sama semua puisi
kamu. Aku sudah nganggep kamu itu pangeranku, kapan sih kamu punya keberanian
buat nyata-in langsung ke aku. Kenapa harus lewat surat melulu. Nah, sekarang
kan aku sudah didepan mu, tolong bicara ya, kalau perlu nyata-in. :)
Tertanda,
Nila :)
Rian melipat surat itu dengan
ribuan tanda tanya dikepalanya, dan bertanya kepada Nila.
“
Siapa kamu ?, emang aku pernah kirim apa
ke kamu? "
***
0 Komentar