Anak Jalanan

anak jalanan
Ibukota negara. Siang itu terasa beda. Mentari bersinar lebih terik dari biasanya. Kendaraan memadat lalu lalang. Pribadi yang masih setia dengan keegoisannya. Keras kepala yang tak mampu melihat lingkungan sekitar. Klakson kendaraan saling sambut menyambut. Sesaknya jalanan seakan menekan titik batas kesabaran setiap individunya.
Tapi diantara keramaian tersebut, sekumpulan anak terlihat masih ceria. Musisi jalanan, dengan alat musik se-ala-kadarnya, ia berjuang melawan malu dan hidup. Seakan-akan mereka tak pernah kenal kata lelah. Seharusnya dalam usia dini mereka harus belajar dibangku sekolah. Namun semua sirna karena jeratan takdir mereka yang terlalu keras. Sekarang, semua yang mereka lakukan hanya demi kepingan logam kehidupan.
Singkat cerita, ditaman kota, selepas kumandang adzan magrib, anak-anak itu duduk istirahat sembari bercanda dibawah pohon. Gemerlap kota yang padat seakan menemani mereka. Ada yang sedang melihat ke arah jalan, menghitung kepingan logam dan membersihkan okulele-nya.
Lewatlah seorang anak dan orang tua-nya dihadapan mereka.
 
“ Pa! papa! Aku mau masuk SD yang banyak taman bermainannya yaa “, manja anak itu.
“ Ma! Mama! kalo Aku udah SD, Aku mau dibeliin tas, buku, pensil sama sepeda baru yaa ,
manja anak itu lagi kepada orang tua-nya.
 
Anak jalanan itu, mereka lalu saling menatap satu sama lain. Rambut kumal dan badan kusam seperti tak terawat. Pakaian yang tak terurus. Bahkan, alas kakipun tak ada. Lalu salah satu dari mereka bertanya kepada yang lainnya,
“ Apa ada sekolah yang sudi menerima kita ? “
okok
***END***




Flashfiction kedua. Masih banyak adik, teman ataupun kakak kita diluar sana yang masih belum sempat merasakan maupun meneruskan yang namanya ‘Pendidikan’. Yuk mari sejenak bersyukur atas karunia-Nya, karena kita masih diberi kesempatan lebih. “Jika kita tak bisa membantu, setidaknya kita masih bisa berdoa yang terbaik untuk mereka.“

 Yuk mari dikomeng!










Previous
Next Post »
0 Komentar